Minggu, 22 Juli 2007

Menggerakkan Sektor Riel Lewat CSR

MENGGERAKKAN SEKTOR RIEL LEWAT PERAN SOSIAL PERUSAHAAN
Oleh : Zulfikar
CSR atau disebut dengan Corporate Social Responsibility merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan, fungsi CSR tidak hanya sebagai suatu kewajiban menjalankannya saja, namun berproses kepada dampak yang lebih dalam lagi yakni bagaimana CSR bisa menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, namun perlu dikaji lagi apabila perusahaan telah menjalankan fungsi CSR ini ada baiknya pemerintah untuk mengurangi pajak sama perlakukannya seperti zakat, dimana CSR secara nyata telah membangun suatu daerah apalagi daerah tersebut merupakan daerah tempatan tempat perusahaan tersebut beroperasi.
Oleh sebab itu ada baiknya CSR harus dikelola secara baik dan benar, dimana penempatan CSR tersebut harus berimbang, 20 % untuk pendidikan, 30 % untuk pembangunan daerah setempat dan selebihnya untuk menggerakkan sektor riel, dimana keuntungan yang diperoleh dari kredit bergulir tersebut harus digulirkan lagi tidak boleh dianggap sebagai laba perusahaan namun diakumulasikan dengan dana CSR untuk tahun depan apabila konsep ini dijalankan untuk seluruh perusahaan di Indonesia makaa dipastikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 7 % yang tentunya menciptakan pengurangan pengangguran sebesar 300 – 400 ribu orang angkatan kerja baru.
Konsep Penggerakan Sektor Riel
Dengan adanya program CSR tentunya dapat menghidupkan sektor riel, dengan memberikan dananya yang dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Konsep pertama
Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR dengan penempatan deposito sebagai jaminan untuk disalurkan kepada sektor riel, dimana pihak perbankan harus menyalurkan kredit dengan bunga sebesar SBI yakni sebesar 10 % - 11 %. Pihak perbankan menyalurkan dengan sangat selektif dengan memperhatikan aspek kelayakan (4 C) tanpa Collateral si debitur yakni jaminan fixed asset si nasabah tersebut , nah keuntungan dari bunga yang diperoleh harus diputar kembali untuk menyalurkan kredit yang baru, sedangkan apabila tejadi default kepada debitur dikarenakan faktor-faktor binis dan ekonomi dan bencana alam maka pihak bank dapat membreak deposito tersebut sebagai jaminan. Pihak bank harus memberikan laporan setiap 6 bulan tentang perkembangan nasabah, sebagai bentuk tanggung jawab pihak bank dalam memberikan kredit kepada nasabah, serta menghindari side streaming pemberian kredit kepada debitur.
b. Konsep Kedua
Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR yakni 30 % sebagai bentuk deposito dan 70 % lewat giro. 70 % ini diberikan dalam bentuk tunai lewat kredit dan 30 % dalam bentuk deposito sebagai dana jaga-jaga dimana bunga dari deposito tidak dianggap sebagai pendapatan perusahaan namun diputar kembali dalam bentuk tunai ditambah dengan fixed asset si debitur, untuk besar bunga sebesar SBI 10 % -11 %. Dalam hal ini pihak perusahaan memberikan referensi kepada Bank, terhadap perusahaan lokal yang hanya mengerjakan proyek-proyek di lingkungan perusahaan PT. X, dimana perusahaan lokal tersebut sudah berhubungan lama dengan perusahaan dalam mengerjakan projek paling tidak sudah 2 tahun. Perusahaan lokal tersebut dapat kredit dalam bentuk tunai 100 %, dan dia hanya memberikan assetnya hanya sebesar 70 %
contoh illustrasi :
PT. A dalah kontraktor PT. X bermaksud mengerjakan proyek di lingkungan PT. X sebesar Rp. 100 Juta maka PT. A dapat uang tunai dari Bank X sebesar Rp. 100 Juta dengan fixed asset senilai Rp. 70 Juta.
c. Konsep Ketiga
Perusahaan secara langsung mengelola CSR lewat divisi CSR dengan menyalurkan kredit lunak kepada sektor UKM, pihak divisi CSR dapat melakukan analis kredit dan verifikasi terhadap sektor UKM dengan memperhatikan aspek-aspek kelayakan nasabah UKM tersebut, yakni kepada UKM-UKM lokal yang harus diberdayakan. Untuk mengindari adanya side streaming dalam penggunaan dana tersebut, pihak CSR harus melihat kondisi UKM tersebut misalnya telah menjadi rekanan pengerjaan kontraktor PT. X atau UKM yang telah menjalankan usahanya selama 2 tahun, sedangkan untuk menghindari adanya kredit macet dari CSR yang ada, maka pihak divisi CSR PT. X meminta collateral sebesar 60 % – 70 % , meminta collateral ini sebagai itikat baik dari si UKM dalam mengelola amanah yang diberikan. Keuntungan dari penyaluran kredit tersebut dapat digulirkan kembali kepada sektor riel lainnya dalam bentuk kredit.
Penutup
Dengan menggunakan 3 konsep diatas pihak X dapat memberikan contoh kepada pihak lain terutama perusahaan sejenis untuk dapat melakukan konsep tersebut sehingga nantinya akan mengurangi dampak kemiskinan, dan kebodohan

1 komentar:

kreditukm.blogspot.com mengatakan...

Kalau program CSR dijalankan dengan baik maka hal itu akan membuat kehidupan masyarakat akan terangkat. Sayangnya, hanya sedikit perusahaan yang mempunyai kesadaran untuk itu. Bagaimana cara menyadarkannya? heheh...mungkin seperti kata ustadz...mulai dari diri sendiri membayar zakat. Btw, nice post bos...