Rabu, 25 Juli 2007

MENGANALISA STRATEGI 3 BANK SYARIAH TERBAIK INDONESIA


Menganalisa Strategi 3 Bank Syariah Terbaik Indonesa
Oleh : Zulfikar




Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI)
Kategori : THE FASTING GROWTH

2006

Asset 2.34 T

CAR 8.30 %

LDR 63.07 %

NPL 1.32 %

ROA 3.98 %

ROE 44.78 %

BOPO 79.44 %

NIM 8.20 %


Pemain baru didunia perbankan ini merupakan penjelmaan dari Bank Tugu kemudian di Konversi Menjadi Bank Syariah Mega Indonesia ini berdiri pada tahun 2004, Walaupun masih baru namun memiliki kinerja yang cukup baik pertumbuhan yang begitu mengagumkan, dengan memperkuat sektor pendanaan, dan melempar kredit ke sektor multifinance lewat FIF melalui channeling yang diberikan BSMI cukup cerdik melakukan strateginya, strategi lainnya BSMI mencoba memaksimalkkan jaringan ATMnya lewat ATM bersama dan bekerjasama dengan BCA


Analisis :

Keagresifan BSMI merlempar pembiayaan ke sektor multifinance merupakan strategi dalam meminimilisasi jumlah SDI (Sumber Daya Insaninya) serta memudahkan dalam melakukan monitoring pembiayaan, disamping itu juga BSMI memanfaatkan Bank Mega sebagai owner untuk melakukan office channeling di tahun ke depan.


Permasalahan Yang Akan Dihadapi

Dari sektor permodalan BSMI memang cukup baik yakni berada 8.30 % yang dipersyaratkan BI, namun menjadi persoalan jika mengikuti pertaruran Bassel Accord dimana CAR harus diatas 12 %, oleh sebab itu BSMI mengalami kewalahan dalam melakukan agresifitas pembiayaannya ke depan.Dari Sektor Pembiayaan BSMI akan dihadapi dengan NPL yang mulai over heat hal ini dikarenakan pembiayaan terbesar ke sektor multifinance apalagi terfokus kepada satu sektor dikahawatirkan akan mengakibatkan timbulnya NPL di masa yang akan datang, Walaupun BSMI memiliki NIM yang cukup baik 8.20 %, yang diperoleh dari margin pembiayaan ini namun BSMI harus tetap waspada karena akan dihantui dengan sektor yang jenuh tersebut.Dari Sektor pendanaan BSMI juga dihadapi dengan suatu kendala yang harus segera dihadapi terutama BSMI ingin segera melakukan agresifitas pembiayaannyaDari Sektor Jaringan BSMI masih terkendala dengan persoalan permodalan sehingga cukup sempit untuk bergerak, walaupun bisa memanfaatkan fasilitas Bank Mega sebagai owner, namun juga harus mempersiapkan SDI (sumber Daya Insani) yang langsung jalan dalam mengelola bisnis BSMI tersebut.


Solusi Yang Harus Dilakukan

Persoalan permodalan ini mau tidak mau BSMI harus segera menerbitkan Obligasi Mudharabah apabila ingin tumbuh dengan cepat, namun yang perlu diingat bukan pertumbuhan yang cepat yang harus dilakukan namun BSMI harus Zero Growth untuk sementara seiring dengan adanya suntikan permodalan baik diperoleh dari obligasi ataupun dari owner dan juga melakukan restrukturisasi walaupun NPL masih kecil namun untuk memudahkan dalam melakukan monitoring dan pembinaan kepada nasabah, BSMI juga harus mencari pendanaan dengan membidik pasar retail dan pasar korporate, di pasar retail BSMI harus fokus kepada pendanaan salary atau penggajian di perusahaan, pembayaran SPP yang dilengkapi dengan ATM Co-branding untuk mahasiswa, dan sebagainya, sedangkan fokus korporate harus fokus kepada Dana Pensiun,Produk Wealth management dan sebagainya.Persoalan pembiayaan BSMI harus segera mendeversifikasi protofolio pembiayaannya tertutama ke sektor-sektor pembiayaan yang lagi booming dan juga harus menyeimbangkan antara pembiayaan jangka pendek dan jangka panjang, jangan terlalu fokus kepada pembiayaan jangka panjang dikarenakan pendanaan pada BSMI belum maksimal, lebih baik fokus kepada pembiayaan jangka pendek dengan skim musyarakah waad terutama pada pembiayaan berdasarkan kontrak, dan apabila struktur pendanaan sudah baik baru fokus kepada sektor pembiayaan.Dalam hal meminimilisasi jumlah SDI dan monitoring pembiayaan BSMI harus segera membuka pembiayaan ke sektor koperasi karyawan dengan Skim mudharabah, dan bekerjasama dengan suatu instansi perusahaan.BSMI juga harus segera bergerak dengan memanfaatkan office channeling untuk mendapatkan pendanaan dan pembiayaan di cabang tertentu serta memanfaatkan fasilitas teknologi dari Bank Owner. Melakukan kerjasama dengan ATM bersama juga merupakan strategi yang cukup baik serta juga harus berkerjasama dengan Bank Syariah lainnya untuk memperkuat jaringan BSMI, dan mencetak kartu debet yang memiliki fasilitas mastro dan visa international bersama dengan pemilik bankBSMI juga harus segera melakukan rekrutman SDI baik yang memiliki pengalaman maupun fresh graduate untuk mempercepat proses pertumbuhan BSMI



BANK MUAMMALAT
Kategori :

The Good Strategy (THE CREATIVE PRODUCT)

Manajemen Langit

2006
Asset 8.37 T
CAR 14.56 %
LDR 83.60 %
NPL 5.76 %
ROA 2.10 %
ROE 21.99 %
BOPO 84.69 %
NIM 6.10 %
Bank Mummalat yang berdiri pada tahun 1992 ini dan merupakan Bank pertama Syariah di Indonesia sudah memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi, disaat krisis banyak perbankan yang gulung tikar, namun Bank Mummalat membuktikan bahwa Bank Syariah masih bisa membuktikan menjadi salah satu Bank alternatif di dunia perbankan nasional. BMI kini memiliki jaringan lebih kurang 152 oultet pada desember 2006 dengan strateginya sustanable growth terus melakukan kolaborasi dengan Bank Muammalat Malaysia (BMMB) serta pembinaan SDI lewat celestial Managementnya juga produk kreatifnyaa yakni Share menjadi salah satu produk unggulan BMI
Analisis :
Strategi sutanable growth BMI memang cukup efektif, kematangannya di perbankan syariah membuat BMI masih tetap disegani di kancah perbankan nasional, produk share nya mencapai 687.543 per desember 2006 dengan berkolaborasi dengan BCA hal inilah menambah pundi-pundi fee based BMI selain dari produk-produk lainnya. Kedepan BMI akan dibanjiri tabungan haji dimana pemerintah telah memberikan lampu hijau kepada perbankan syariah untuk mengelola ibadah haji tahun depan. Sementara itu sektor pembiayaan BMI akan melakukan restrukrisasi pembiayaan dimana NPL nya telah mencapai 5.76 %, Selain itu juga BMI akan melakukan pembiayaan sindikasi dan pembiayan-pembiayaan lainnya secara hati-hati setelah belajar dari NPL sebelumnya. Sedangkan kerjasama dengan BPR-BPR baik konvensional dan Syariah melalui linkage programm yang harus direview ulang oleh BMI
Permasalahan Yang Akan Dihadapi
Dari sektor permodalan BMI memang cukup baik yakni berada 14.56 % yang dipersyaratkan BI dan Bassel Acoord, untuk strategi sutanable growth dalam arti bahwa pertumbuhan yang sedang memang tidak diperlukan untuk menambah modal, namun apabila BMI ingin fasting growth maka BMI akan menambah permodalan dengan meminta bantuan BMMB sebagai owner apalagi indikasi LDR 83.60 %, ini sudah cukup ideal.Dari Sektor Pembiayaan BMI dihadapai dengan NPL yang mencapai 5.76 % diatas peraturan BI yang harus lebih kecil dari 5 %, oleh sebab itu BMI harus fokus dengan membentuk team task force di setiap cabang dan team restrukturisasi.Dari Sektor Jaringan BMI masih terkendala dengan persoalan jaringan karena owner BMI adalah Bank Mummalat Malaysia, oleh sebab itu BMI harus lebih kreatif lagi
Solusi Yang Harus Dilakukan
Persoalan permodalan BMI tidak perlu menambah modal apabila masih tetap menggunakan strategi sustanable growth, namun apabila pemilik BMMB yang saat ini labanya sudah naik menjadi 104.8 juta ringgit ini bisa juga memberikan labanya untuk menambah modal dari BMI, dengan menambah modal disetor, sehingga BMI bisa melakukan ekspansi yang lebih agresif, namun lebih baik BMI masih tetap mempertahankan sustanable growthnya saat ini, disamping itu juga menambah produk-produk fee based income lainnyaPersoalan pembiayaan BMI harus segera membentuk team task force dan team review pembiayaan, sehingga bisa menganalisis resiko dan memberikan suatu data sekto mana saja yang boleh dimasukin dan tidak boleh dimasukin untuk meminimilisasi NPL yang ada, disamping itu juga BMI harus ikut proyek-proyek sindikasi yang lagi marak seperti pembiayaan infrastruktur, sehingga ada ide Meneg BUMN ingin memiliki Bank BUMN yang mengurus infrastruktur sendiri seperti Bappindo masa orde baru dahulu.Dalam hal SDI BMI dengan training celestial managementnya memberikan pelatihan kepada pimpinan cabang BMI untuk berani mengambil kebijakan terutama dalam pembiayaan, sehingga tidak terbelunggu dengan suatu ketakutan-ketakutan dalam mengambil keputusan terutama dalam hal pembiayaan.Menciptakan Produk-Produk Kreatif Bukan saja Share yang terus di fokuskan tapi produk lain seperti tabungan Arafah dan tabungan pensiun DPLK muammalat produk Share dan DPLK Muammalat ini merupkan produk kreatif yang belum dimiliki oleh Bank Syariah lainnya. Produk-produk fee based lainnya juga harus segera dibangun dengan membidik kemudahan pelayanan kepada nasabah.Dari Sektor Jaringan BMI harus bersinergi dengan Bank Muammlat malaysia sehingga produk BMI dapat dirasakan oleh warga Indonesia di malaysia, dan juga bagi warga Malaysia yang melakukan plesir ke Malaysia
BANK SYARIAH MANDIRI
Kategori : THE MOST ASSET
2006
Asset 9.55 T
CAR 12.60 %
LDR 90.21 %
NPL 6.94 %
ROA 1.10 %
ROE 18.27 %
BOPO 90.66 %
NIM 5.63 %
Bank Syariah Mandiri yang berdiri pada tahun 1999 merupakan anak perusahaan Bank Mandiri yang berasal dari BSB (Bank Susila Bakti) dan menjadikan BSM sebagai bank yang memiliki Asset terbesar untuk kategori perbankan syariah, BSM kini memiliki lebih kurang lebih 188 outlet ini menerapkan strategi sustanable growthnya dengan melakukan analisis KPI/Balanced Sore Cardnya serta menyusunnya dalam 3 skenario strategi dalam mencapai target RKAP yang diberikan oleh Bank Mandiri sebagai owner.
Analisis :
Dengan menerapkan 3 skenario strategi dalam mencapai target RKAP memang cukup efektif, namun BSM sedang dihadapi oleh NPL yang semakin menggeliat mencapai 6.94 %, sehingga apabila BSM ingin memperkecil NPL dengan meningkatkan pembiayaan mendapatkan kendala dengan permodalan yang berada di 12.60 % walaupun masih cukup aman dan sesuai dengan Bassel Accord dan BI, BSM juga harus segera melakukan restrukturisasi melakukan litigasi, BSM juga harus segera menerbitkan obligasi dan IPO (initial public offering) untuk memperkuat sektor permodalan sehingga dapat tumbuh agresif ketika tahun 2003-2004.
BSM saat juga memperkuat sektor pendanaan dan membuat suatu analisa sektor yang mana yang bisa dimasukin dan sektor mana yang sedang jenuh. Peningkatan Feebased Income sedang digenjot oleh BSM lewat rekasadana syariah yang bekerjasama dengan PNM
Permasalahan Yang Akan Dihadapi
Dari sektor permodalan BSM memang cukup baik yakni berada 12.60 % yang dipersyaratkan BI dan Bassel Acoord, namun untuk lebih ekspansif lagi BSM harus meminta tambahan modal dari owner atau juga melakukan IPO dengan segera. Apalagi apabila BSM ingin menambah share perbankan syariah yang masih 1.60 % ini menjadi 5 % seperti yang diamanatkan oleh BI serta pertumbuhan pembiayaan sebesar 20 %
Dari Sektor Pembiayaan BSM dihadapai dengan NPL yang mencapai 6.94 % diatas peraturan BI yang harus lebih kecil dari 5 %, oleh sebab itu BSM melakukan restrukturisasi dan litigasi sampai di cabang-cabang, disamping itu juga BSM harus membentuk team review pembiayaan yang terpisah dengan pengawasan internal kantor di cabang fungsi team review ini bukan saja memeriksa dokumen tapi harus jeli melakukan analisa pembiayaan dan analisa bisnis.
Dari Sektor Pendanaan BSM sedang dihadapi dengan persoalan pendanaan dengan melakukan perimbangan antara dana korporat dan dana ritail, disamping itu juga adanya ketimpangan antara dana pihak ketiga dan pembiayaan, persoalan terhadap bank-bank yang agresif terhadap pembiayaan memiliki persoalan yang sama.
Dari Sektor Jaringan BSM masih dihadapi kendala terutama untuk memperluas jaringan, walaupun sudah memiliki office channeling dengan induk Bank Mandiri, namun BSM masih terkendala dengan sistim IT-nya
Solusi Yang Harus Dilakukan
Persoalan permodalan BSM harus menambah modal apabila ingin menggenjot pembiayaan dikarenakan ROA 1.10 % yang masih cukup kecil oleh sebab itu Issu IPO atau Obligasi harus ditingkatkanPersoalan pembiayaan BSM harus segera melakukan restruktirisasi dan litigasi yang dilakukan sehingga memberikan laba pada margin yang masih tertangguh. BSM juga harus merekrut team review pembiayaan untuk memperkecil NPL . Sementara itu review pembiayaan melakukan analisa pembiayaan disamping melakukan analisa dokumen dan legal dimana team review ini telah dibekali oleh pengetahuan bisnis dan pembiayaan. Sedangan untuk pengawasan internal kantor harus dipisahkan dalam melakukan review pembiayaan karena memiliki mindset yang berbeda antara bisnis otented dan suuport oriented.
Dari Sektor Pendanaan BSM harus lebih kreatif lagi menciptakan produk-produk jangka panjang walaupun sudah ada produk Investa Cendikia, namun produk seperti Pensiun juga harus diperhatikan untuk menganalisisi jumlah pembiayaan jangka panjang dan jangka pendek, disamping itu juga BSM harus menciptakan produk depositio yang fleksible yang dapat dibreak kapan saja.Dari Sektor Jaringan BSM harus bekerja sama dengan maestro dan visa sehingga BSM dapat digunakan di luar negeri, disamping itu juga harus melakukan sinergi teknologi di Bank Induk dimana nasabah Bank Mandiri yang belum ada fasilitas di cabang tertentu dapat melakukan transaksi di Bank Induk
Wallahu a'lam bissawab

Minggu, 22 Juli 2007

Menggerakkan Sektor Riel Lewat CSR

MENGGERAKKAN SEKTOR RIEL LEWAT PERAN SOSIAL PERUSAHAAN
Oleh : Zulfikar
CSR atau disebut dengan Corporate Social Responsibility merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan, fungsi CSR tidak hanya sebagai suatu kewajiban menjalankannya saja, namun berproses kepada dampak yang lebih dalam lagi yakni bagaimana CSR bisa menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan sektor reil, namun perlu dikaji lagi apabila perusahaan telah menjalankan fungsi CSR ini ada baiknya pemerintah untuk mengurangi pajak sama perlakukannya seperti zakat, dimana CSR secara nyata telah membangun suatu daerah apalagi daerah tersebut merupakan daerah tempatan tempat perusahaan tersebut beroperasi.
Oleh sebab itu ada baiknya CSR harus dikelola secara baik dan benar, dimana penempatan CSR tersebut harus berimbang, 20 % untuk pendidikan, 30 % untuk pembangunan daerah setempat dan selebihnya untuk menggerakkan sektor riel, dimana keuntungan yang diperoleh dari kredit bergulir tersebut harus digulirkan lagi tidak boleh dianggap sebagai laba perusahaan namun diakumulasikan dengan dana CSR untuk tahun depan apabila konsep ini dijalankan untuk seluruh perusahaan di Indonesia makaa dipastikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 7 % yang tentunya menciptakan pengurangan pengangguran sebesar 300 – 400 ribu orang angkatan kerja baru.
Konsep Penggerakan Sektor Riel
Dengan adanya program CSR tentunya dapat menghidupkan sektor riel, dengan memberikan dananya yang dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Konsep pertama
Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR dengan penempatan deposito sebagai jaminan untuk disalurkan kepada sektor riel, dimana pihak perbankan harus menyalurkan kredit dengan bunga sebesar SBI yakni sebesar 10 % - 11 %. Pihak perbankan menyalurkan dengan sangat selektif dengan memperhatikan aspek kelayakan (4 C) tanpa Collateral si debitur yakni jaminan fixed asset si nasabah tersebut , nah keuntungan dari bunga yang diperoleh harus diputar kembali untuk menyalurkan kredit yang baru, sedangkan apabila tejadi default kepada debitur dikarenakan faktor-faktor binis dan ekonomi dan bencana alam maka pihak bank dapat membreak deposito tersebut sebagai jaminan. Pihak bank harus memberikan laporan setiap 6 bulan tentang perkembangan nasabah, sebagai bentuk tanggung jawab pihak bank dalam memberikan kredit kepada nasabah, serta menghindari side streaming pemberian kredit kepada debitur.
b. Konsep Kedua
Bekerjasama dengan pihak perbankan lewat penempatan dana CSR yakni 30 % sebagai bentuk deposito dan 70 % lewat giro. 70 % ini diberikan dalam bentuk tunai lewat kredit dan 30 % dalam bentuk deposito sebagai dana jaga-jaga dimana bunga dari deposito tidak dianggap sebagai pendapatan perusahaan namun diputar kembali dalam bentuk tunai ditambah dengan fixed asset si debitur, untuk besar bunga sebesar SBI 10 % -11 %. Dalam hal ini pihak perusahaan memberikan referensi kepada Bank, terhadap perusahaan lokal yang hanya mengerjakan proyek-proyek di lingkungan perusahaan PT. X, dimana perusahaan lokal tersebut sudah berhubungan lama dengan perusahaan dalam mengerjakan projek paling tidak sudah 2 tahun. Perusahaan lokal tersebut dapat kredit dalam bentuk tunai 100 %, dan dia hanya memberikan assetnya hanya sebesar 70 %
contoh illustrasi :
PT. A dalah kontraktor PT. X bermaksud mengerjakan proyek di lingkungan PT. X sebesar Rp. 100 Juta maka PT. A dapat uang tunai dari Bank X sebesar Rp. 100 Juta dengan fixed asset senilai Rp. 70 Juta.
c. Konsep Ketiga
Perusahaan secara langsung mengelola CSR lewat divisi CSR dengan menyalurkan kredit lunak kepada sektor UKM, pihak divisi CSR dapat melakukan analis kredit dan verifikasi terhadap sektor UKM dengan memperhatikan aspek-aspek kelayakan nasabah UKM tersebut, yakni kepada UKM-UKM lokal yang harus diberdayakan. Untuk mengindari adanya side streaming dalam penggunaan dana tersebut, pihak CSR harus melihat kondisi UKM tersebut misalnya telah menjadi rekanan pengerjaan kontraktor PT. X atau UKM yang telah menjalankan usahanya selama 2 tahun, sedangkan untuk menghindari adanya kredit macet dari CSR yang ada, maka pihak divisi CSR PT. X meminta collateral sebesar 60 % – 70 % , meminta collateral ini sebagai itikat baik dari si UKM dalam mengelola amanah yang diberikan. Keuntungan dari penyaluran kredit tersebut dapat digulirkan kembali kepada sektor riel lainnya dalam bentuk kredit.
Penutup
Dengan menggunakan 3 konsep diatas pihak X dapat memberikan contoh kepada pihak lain terutama perusahaan sejenis untuk dapat melakukan konsep tersebut sehingga nantinya akan mengurangi dampak kemiskinan, dan kebodohan

Rabu, 18 Juli 2007

SAATNYA PEMERINTAH BENTUK BANK UMUM SYARIAH


SAATNYA PEMERINTAH BENTUK BANK SYARIAH UMUM
Oleh : Zulfikar,ST



A. Pendahuluan

Perbankan syariah merupakan suatu fenomena yang menjanjikan dan tidak kalah dibandingkan dengan perbankan konvensional, walaupun masih berusia muda perbankan syariah Indonesia pada akhir April 2007 mampu mencatat asset 28.36 T, dana deposito mencapai 22.01 T, LDR/FDR mencapai 97.03 % serta NPL berkisar 6.14 %, indikasi LDR dan NPL masih cukup baik dibandingkan dengan perbankan nasional yang mencetak LDR 53.50 % dan NPL 6.70 %. Dari dua indikator ini bahwa perbankan syariah lebih baik menjalankan fungsi intermediasinya dibandingkan dengan perbankan konvensional, sementara itu pembiayaan sektor ke modal kerja sangat mendominasi pembiayaan Bank Syariah yang mencapai 11.88 T, Investasi mencapai 6.34 T dan Konsumtif 4.70 T

B. Perkembangan ekonomi nasional
Perkembangan ekonomi makro tahun 2007 Quartal I cukup mengembirakan inflasi dapat ditekan menjadi 6.01 % cadangan devisa mencapai $ 50 M, nilai tukar dollar terhadap rupiah mengalami penguatan yakni sebesar Rp. 9.050 an, BI Rate berkisar di angka 8.50 %, disusul harga minyak dunia $ 72.62/ barrel bahkan pertumbuhan ekonomi mencapai 6.1 %. Kenaikan harga minyak tersebut berdampak dengan perubahan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Sementara itu pemerintah mencoba memperbaiki usulan RAPBN-P tahun 2007 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 6.3 %, inflasi sebesar 6.5 % suku bunga diperkirakan sebesar 8 % dan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar Rp. 9.100. dan apabila inflasi setahunan dapat dipertahankan (year-on year) pada akhir tahun 2007 sesuai target pemerintah sebesar 6 %-6.5 %, maka kemungkinan BI Rate dapat diturunkan sebesar 7.5 %-8% namun usulan pemerintah ini terlalu optimistik , sedangkan menurut pandangan BI pertumbuhan ekonomi akan diperkirakan sebesar 6.2 %, inflasi 6 plus minus 1 persen, Suku bungan 3 bulan 8 persen dan nilai tukar rupiah berada di Rp. 9.000-Rp. 9.200,0an.
Sedangkan dilantai bursa indeks harga gabungan IHSG Jakarta mencapai 2.301,61 masih didominasi oleh saham-saham blue chip seperti saham telekomunikasi, pertambangan dan CPO, namun sungguh disayangkan transaksi di lantai bursa hanya sekedar mendapatkan gain sementara saja sementara itu untuk transaksi penjualan SUN pada mei 2007 total net asing mencapai 13.5 T kelompok perbankan 15.1 T transaksi asing yang begitu banyak ini dikarenakan imbal hasil yang diperoleh lebih tinggi sebesar 3.72 % daripada imbal hasil regional sebesar 1.32 %, sedangkan untuk melakukan ekspansi usaha masih belum terasa, bahkan diperkirakan pembelian saham ini hanya sekedar untuk melakukan akuisisi perusahaan yang memiliki bisnis yang sama. Bullishnya pasar modal Indonesia ini juga didukung oleh perkembangan pasar saham China dan Dowjohne, di pasar bursa saham AS ini juga adanya trend merger operator bursa dunia dan merger sesama perusahaan, namun merger tersebut akan mengalami perlambatan pada Q-II, yang akan berdampak pada penurunan ekonomi nasional pada Q-II dan Q-III
Namun menurut pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6-3 % -6.5 %, inflasi diperkirakan mencapai 6.8 %, suku bunga mencapai 8.5 % pada akhir tahun 2007, dimana diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan pada Q-II dan Q-III, dikarenakan masuknya lebaran dan natal pada Q-III yang akan memacu tumbuhnya inflasi.

C. Perkembangan Perbankan Nasional
Dana pihak ketiga perbankan tumbuh 15.7 % pada april 2007 mencapai Rp. 1.29 T, sementara Kredit mencapai Rp. 855.4 M sehingga LDR perbankan nasional hanya mencatat 53.5 %, sementara itu NPL perbankan nasional mencatat 6.7 % dan NIM hanya mencatat 0.5 %, hal ini mencerminkan belum mampunya perbankan nasional menjalankan fungsi intermediasinya walaupun SBI telah turun, Kredit Bank umum berdasarkan penyaluran pada april 2007 modal kerja mencapai 421.30 T, Investasi 154.96 T Konsumtif 236 T berdasarkan dari data diatas terjadi perbaikan dalam penyaluran kredit dimana modal kerja memiliki porsi terbanyak walaupun belum diikuti oleh kredit Investasi, sementara itu sektor –sektor ekonomi penyumbang NPL pada April 2007 adalah pertanian 2.8 T , pertambangan 1.05 T, perindustrian 19.07 T, Listril Gas dan air mencapai 146 M, konstruksi 1.77 T, perdagangan restoran dan hotel 11.02 T pengangkutan pergudangan dan komunikasi 1.95 T, Jasa dunia usaha 3.28 T, jasa sosial 247 M, lain-lain 8.7 T. Sedangkan jenis penggunaan penyumbang NPL modal kerja 25.6 T, Investasi 15.8 T dan konsumtif 8. 6 T . merupakan kewajaran bagi perbankan dimana mereka harus berhati-hati dalam melakukan penyaluran kredit seiring dengan kondisi iklim investasi di Indonesia masih belum pulih.

D. Pembentukan Bank Syariah Milik pemerintah
Kebijakan pemerintah untuk tahun 2007 yang menitik beratkan pada iklim investasi dan iklim usaha, dimana saat ini terdapat anggaran 100 T untuk memperbaiki sektor investasi yang berada di daerah-daerah, walaupun sektor investasi masih belum menggeliat melihat pihak perbankan masih menyalurkan sebesar 154.96 T yang merupakan terendah dibandingkan dengan kredit modal kerja mencapai 421.30 T, dan kredit konsumtif mencapai 236 T
Dengan melihat kondisi diatas timbullah opini pemerintah untuk segera membentuk Bank sepeti Bappindo yang khusus untuk memberikan kredit-kredit investasi namun , usul tersebut sebaiknya dialihkan saja dengan membentuk suatu Bank Syariah milik pemerintah mengingat saat ini kinerja Bank Syariah masih lebih baik dari Bank konvensional, kemudian Bank Syariah milik pemerintah masih belum ada yang ada hanya anak perusahaan bank milik pemerintah dan unit syariah milik pemerintah.
Disamping itu dari segi permodalan pemerintah tidak perlu mengeluarkan lebih banyak modal jika ingin membentuk bank syariah, apalagi ingin mempersiapkan struktur permodalan yang akan dimulai pada september 2007 ini. Oleh sebab itu sudah selayaknya pemerintah membentuk Bank Syariah Milik BUMN